my journey

my journey

Rabu, 17 Agustus 2011

Curug Cikaso (Ujung Genteng)


Curug Cikaso, lokasi air terjun ini berada di kawasan wisata Ujung Genteng. Cikaso adalah nama sungai yang mengalir dari hulunya yang terletak di Sukabumi Utara hingga berakhir dengan muaranya di Pantai Selatan di daerah Kecamatan Surade.

Untuk menuju curug ini, kami harus naik perahu dengan biaya sewa Rp. 160.000,-. Cukup mahal mengingat jarak yang ditempuh benar-benar di luar dugaan. Apalagi kami hanya berdua, jadi jumlah itu cukup mahal bagi kami. Tapi akhirnya kami menemukan pasangan yang juga lagi mencari teman sharing perahu. Lumayan, biaya perahu bisa dibagi dua. Turun dari perahu pun jarak menuju curug juga tidak jauh.

Tiba di curug, seperti yang pernah diungkapkan beberapa referensi, rasanya ingin berenang menikmati jernihnya air. 

Sungai yang akan dilalui dengan perahu
Perahu yang membawa ke Curug
Curug Cikaso
What a great blue sky
Cerah

Pulau Sempu (Malang)

Sembari ikut Sandra yang berniat nengokin tantenya di Malang, aku coba mengajak teman-teman buat nengok Pulau Sempu di daerah Malang Selatan. Pulau yang terkenal dengan Lagoon-nya (Segara Anakan), mirip dengan Maya Beach di film 'The Beach'.

Trip kali ini berhasil ngajak Ellen dan Riza. Total anggota adalah 4 (orang) wanita. Seperti biasa sebagai pencetus ide dan pengatur itinerary, aku memutuskan untuk tidak camping di pulau tapi menginap di salah satu penginapan di pantai Sendang Biru. Jadi, kesempatan untuk meng-explore pulau hanya setengah hari. Dan tujuan utama adalah Segara Anakan.

Kami berangkat pagi-pagi dari Malang menuju Turen dengan menggunakan bis tujuan Lumajang dari terminal Gadang. Perjalanan dari Malang menuju Turen memakan waktu sekitar 1 jam. Di Turen, kami turun di pasar dan melanjutkan perjalanan ke Pantai Sendang Biru dengan menggunakan angkot. Begitu turun dari bis, ada juga ojek yang menawarkan diri mengantar sampai ke Pantai Sendang Biru. Tetapi karena kami tidak tau seberapa jauh jarak Turen ke Sendang Biru, jadi tidak bisa juga memperkirakan harga yang layak untuk ditawar. Dan kami pun memutuskan untuk naik angkot saja.

Jam 9 pagi kami tiba di Turen, dan langsung menuju angkot yang sedang ngetem di depan pasar. Ah, ternyata angkotnya masih kosong. Baiklah kami akan sabar menunggu, palingan sebentar lagi penuh. Toh kami sudah berempat. 

1 jam berlalu, penumpang hanya nambah 1 atau 2 orang saja. Itupun hanya menitipkan barang kemudian pergi lagi. Lho...kami ditinggal berempat lagi dalam angkot. Kami pun masih sabar menunggu. Okelah, gak apa-apa baru 1 jam menunggu, masih masuk dalam perhitungan waktu yang aku perkirakan. 1 jam berikutnya cukup lumayan bertambah banyak. Dan kami pun minta agar angkot segera dijalankan. Ternyata kami salah, kapasitas angkot bukan maksimum 10 orang seperti layaknya di Jakarta (6-4). Tetapi kapasitas maksimumnya adalah 20 orang!! waaakkkk.... *pengsan. Angkot seukuran mobil suzuki carry, dimuati 20 orang plus barang bawaannya masing-masing. Samping supir yang biasa diisi 2 orang penumpang, menjadi 3 penumpang yang berarti bagian depan diisi total 4 orang plus supir. Di bagian belakang dibuat 4 baris dengan 2 kursi panjang sebagai tambahannya di antara 2 jok panjang asli bawaan dari mobil. Dan masing-masing baris diisi 4 orang penumpang. Dan yang lebih gila lagi, angkot baru mau jalan jika semua kursi sudah terisi... %^%$&#@$!#@*&% *pengsan lagi.  

Waktu kami habis selama 3 jam hanya untuk ngetem di pasar Turen tanpa ada pergerakan sedikit pun. Benar-benar menunggu penumpang yang datang. 3 jam menunggu, itupun masih kurang 1 orang penumpang. Akhirnya kami dan seorang ibu memutuskan untuk membayar ongkos tambahan untuk menutup kekurangan 1 (satu) orang penumpang tersebut. Jarang ada yang mau menutup kekurangan tersebut karena tiap penumpang dikenakan Rp. 12.000,- untuk ongkosnya. Perjalanan dari Turen ke Sendang Biru sendiri sebenarnya tidak memakan waktu lama, yaitu sekitar 1 jam. Tetapi karena kondisinya balik ke Turen dalam keadaan kosong, tidak ada penumpang, maka ongkosnya jadi mahal dan penumpangnya harus penuh. Dalam perjalanan menuju Sendang Biru pun masih ada juga penumpang yang naik. Kalau pun angkot sudah penuh, ada saja penumpang yang memaksakan diri bergaya spiderman nempel di dinding, yaitu dengan berdiri di bemper belakang mobil dan badan menempel di kaca mobil bagian belakang.
Kapasitas angkot 20 orang
Setelah 1 jam perjalanan, akhirnya kami tiba di Pantai Sendang Biru. Ahhh....lega rasanya. Akhirnya terlepas dari angkot.

Pulau Sempu terletak di seberang Pantai Sendang Biru. Jaraknya cukup dekat, sekitar 10-15 menit dengan perahu. Perahu disewa dengan hitungan pulang-pergi seharga Rp. 100.000,- dan selanjutnya jangan lupa mencatat nomor HP tukang perahu untuk memintanya menjemput. Kalau cuma janjian jam berapa akan dijemput, maka silakan menunggu tanpa pasti kapan tukang perahu akan datang... hehehe...
Mencari perahu yang akan disewa
Sebelum menyeberang ke Pulau Sempu, kami diminta untuk melapor dan mengisi daftar kunjungan di kantor perhutani. Karena Pulau ini termasuk kawasan yang dilindungi. Dan disini kami diminta membayar dengan jumlah sukarela. Pada waktu itu kami membayar Rp. 25.000,- untuk berempat.
Turun dari perahu, kami harus berjalan melewati hutan dengan kondisi tanah cukup datar hanya sedikit turun - naik. Lama perjalanan sekitar 30 menit untuk sampai di Segara Anakan dengan kondisi tanah kering, alias tidak becek karena hujan. Jika dalam keadaan becek, kemungkinan akan memakan waktu lebih lama.

Awal perjalanan setelah turun dari perahu
Istirahat dulu

Jalur ke Segara Anakan
Segara Anakan adalah sebuah lagoon berpasir putih. Airnya payau karena tercampur dengan air laut dari Samudera Indonesia yang masuk lewat lubang di karang. 
Aha, sudah terlihat
Segara Anakan
Mirip gak dengan Maya Beach?
Here's the lagoon
Segara Anakan dengan pasir putihnya
Banyak yang camping
Pencampuran air tawar dan air laut
Di balik karang yang membatasi lagoon adalah Samudera Indonesia. Samudera ini bisa kita lihat dengan memanjat karang-karang pembatas. Dari atas karang ini, pemandangannya sungguh luar biasa...Subhanallah.... Tapi memanjatnya harus ekstra hati-hati karena karangnya sangat tajam. Agak serba salah juga, jika menggunakan alas kaki kondisinya licin karena karangnya basah. Tetapi jika melepas alas kaki, bisa terluka oleh ketajaman si karang. Memang segala sesuatu yang indah itu harus didapatkan dari hasil perjuangan. 
Sandra di atas karang
Samudera Indonesia
Rincian biaya trip ke Pulau Sempu dari Malang :


Sabtu, 06 Agustus 2011

Trip Pasca Resign (Siak - Bukit Tinggi)

Ngarai Sianok

Setelah memutuskan resign tanpa pekerjaan pengganti, aku menerima tawaran mama untuk tinggal di Siak (Riau) sementara waktu. Tujuan utama adalah nemenin Ratu selama mama dinas ke Jakarta yaitu selama 1 minggu. Tapi niat hati untuk explore Bukit Tinggi yang tinggal selangkah dari propinsi Riau, juga tak tertahankan. Jadilah aku mengajak Ratu untuk bolos sehari di hari Sabtu hihi... (di Siak sekolah 1/2 hari klo hari Sabtu).

Berangkat dari Siak pada hari Jumat setelah pulang sekolah, kami menuju Mempura, tempat pool Bis tujuan Bukit Tinggi dengan menggunakan sampan. Perjalanan bis dari Siak menuju Bukit Tinggi berlangsung sekitar 15 jam. Jadi menurut perkiraan, kami akan tiba di Bukit Tinggi pada pagi hari. Niatnya kami hanya akan mengexplore kota hingga sore hari dan langsung kembali ke Siak dengan menggunakan bis yang sama pada jam 4 sore. Sehingga bisa tiba kembali di Siak pada Minggu pagi. Tapi manusia hanya bisa berencana, tetap Allah yang menentukan. Dalam perjalanan menuju Bukit Tinggi, ada musibah longsor di daerah Kelok 7 dan membuat jalan kami terhenti selama 6 jam dengan kondisi sisi kanan tebing dan sisi kiri jurang.
Bis tujuan Siak - Bukit Tinggi

Sampan penghubung Mampura & Siak

Kami pun tiba di kota Bukit Tinggi tepat jam 10 pagi. Sudah terlalu siang dan kondisi kami saat itu cukup lelah plus belum mandi. Akhirnya aku mengalihkan rencana dengan mencari penginapan dan memutuskan untuk bermalam. Kami akan kembali pada hari Minggu pagi dengan menggunakan Travel menuju Pekanbaru dan dilanjutkan dengan Speedboat ke Siak.

Saing itu pun kami habiskan dengan mengexplore kota Bukit Tinggi. Dimulai dari kuliner di Pasar Atas, nengok Kebon Binatang, melewati Jembatan Limpapeh yang melintasi kota sehingga kami bisa melihat pemandangan kota dari atas. Dilanjutkan ke benteng Fort de Kock, Ngarai Sianok, Lobang Jepang, dan berakhir di Jam Gadang pada sore hari nya.
Rumah Gadang di Kebon Binatang
Jembatan Limpapeh

Lobang (gua) Jepang

Balai Sidang Bung Hatta

Benteng Fort de Kock

Warna-warni

Jam Gadang simbol Bukit Tinggi

Jam Gadang di malam hari

Kota Bukti Tinggi

Ngarai Sianok

Telpon Umum pun  bertanduk

Perjalanan yang cukup singkat, tapi dapat mengurangi rasa penasaran aku untuk menginjakkan kaki di Sumatera Barat.....

Sabtu, 09 Juli 2011

Curug Malela, Niagara Kecil di Bandung Selatan

Niat yang sudah timbul dari sekitar 3 tahun lalu, karena tertarik dengan keindahan bentuknya, tapi harus ditunda karena info menuju ke lokasi dengan angkutan umum masih sulit didapat. Dan tahun lalu mulai mencari informasi lagi dan informasi angkutan umum menuju lokasi sudah lebih lengkap, tetapi rencana baru bisa terlaksana dibulan April ini.

Setelah berhasil mempengaruhi 4 orang sebagai teman jalan (dan akhirnya 1 orang mundur di hari H), kami pun memulai trip ini. Kami berencana melakukan one day trip yang dimulai dari Bandung agar jaraknya bisa lebih dekat dan kami tidak kemalaman di sana. Jadi kami berangkat dari Jakarta ke Bandung pada malam hari, dan menginap selama 1 malam saja. 

Kami berangkat dari Dago - Bandung jam 07.30 WIB, langsung menuju terminal Ciroyom dengan angkot (Rp. 4.000,-). Dari terminal naik bis 3/4 jurusan Bunijaya & Gununghalu selama kurang lebih 3 jam (Rp. 20.000,-), dan turun di pertigaan Rongga. Alternatif lain, ada mobil Elf dengan tujuan yang sama, tapi mobil ini tidak ngetem di dalam terminal. Melainkan di luar terminal dekat stasiun Ciroyom. Naik elf lebih cepat 1 jam dari pada bis. Dari pertigaan Rongga, perjalanan dilanjutkan dengan ojek (Rp. 50.000,- pp). Tapi hati-hati karena tukang ojek suka minta tambahan biaya untuk menunggu selama kita menuju Curug. Sah-sah saja selama jumlahnya masuk akal. Kami akhirnya masing-masing hanya menambahkan Rp. 5.000,-.

Sepanjang perjalanan dari Rongga sampai Desa Cicadas (lokasi curug), kami disuguhi pemandangan perkampungan dan sebagian perkebunan teh milik PTPN VII. Lama perjalanan dengan ojek sekitar 30 menit, karena jalan rusak parah.

Tiba di lokasi (parkir ojek) kami masih harus melakukan tracking menuju curug sekitar 20 menit (tergantung fisik masing-masing). Melalui sawah dan menuruni bukit. Setelah perjalanan yang panjang, akhirnya kami dapat menikmati satu lagi karunia terindah Allah SWT. Niagara kecil di Bandung Selatan, curug Malela.

Kebun Teh milik PTPN VII
Jalan menuju Curug, sebagian sudah bagus
Menuju curug, melewati sawah
Getah Pinus
Curug Malela terlihat dari atas
Ini dia, Niagara Kecil - Curug Malela
Alirannya cukup deras
Curug Malela

Di daerah ini belum ada penginapan. Jika ingin menginap, pilihannya adalah menumpang di rumah penduduk atau buka tenda alias camping. Camping di sini pun tidak asal buka tenda, melainkan harus seijin kuncen yang rumahnya cukup jauh dari gerbang masuk curug.

Kalau pun hanya ingin melakukan perjalanan pulang hari (one day trip), pastikan kembali ke pertigaan Rongga sebelum jam 4 sore. Karena elf terakhir berangkat dari Rongga ke Bandung adalah jam 4 sore. Elf ini bisa saja menunggu jika ada informasi dari para tukang ojek, bahwa ada penumpang yang akan ke Bandung dan sedang dalam perjalanan turun dari Curug ke Rongga.