my journey

my journey

Sabtu, 19 Januari 2013

Angkor - Menyusuri Situs Warisan Dunia


15 November 2012,
Pagi ini tepat jam 05.00 WIB kami bertemu dengan Mr. Seila - supir Tuk-tuk yang direkomendasikan banyak traveler di situs TripAdvisor - yang akan mengantar kami keliling Angkor. Dengan Mr. Seila, kami tidak akan menyewa Tuk-tuk untuk kebutuhan kami berdelapan. Melalui penawarannya kami memutuskan menyewa minivan berkapasitas 12 orang seharga $30, hampir sama dengan tarif menyewa dua buah Tuktuk untuk 7 orang (kapasitas sebuah Tuk-tuk adalah 4 orang) yaitu sekitar $30 - $32. Lebih nyaman, lebih tertutup dan berAC bukan Angin Cuex tapi Air Conditioner aseli...
 
Sekelumit Sejarah Negeri yang Hilang 
Kata "Angkor" berasal dari bahasa Sansekerta yang memiliki arti kota suci. Angkor merupakan pusat pemerintahan Imperium Angkor atau Khmer pada periode 802 - 1431 Masehi. Periode Angkor dimulai pada 802 Masehi, ketika Jayawarman II pulang dari pengasingannya di Pulau Jawa, untuk merebut kembali takhta kekuasaannya. Setelah bertempur selama 12 tahun dan menyatukan kelompok-kelompok yang terpisah, ia pun membangun Angkor sebagai ibukota Imperium Khmer. Kota yang terletak di sebelah selatan Danau Tonle Sap atau di sekitar wilayah Siem Reap saat ini.

Pada zaman keemasannya Khmer membangun candi-candi megah yang terkonsentrasi pada suatu kawasan seluas sekitar 24 kilometer persegi. Di area inti ini terletak candi-candi yang paling terkenal diantaranya Angkor Thom, Ta Phrom dan tentu saja Angkor Wat.

Menurut ahli sejarah, kota Angkor adalah kota terbesar di dunia pada periode praindustri. Pada era kejayaannya kota ini dihuni lebih dari 1 juta manusia. Luas wilayah kota Angkor kuno ini setidaknya mencakup 1000 kilometer persegi atau sekitar 1,5 kali luas wilayah DKI Jakarta. Hal ini dibuktikan dengan sisa-sisa jaringan jalan dan kanal yang menunjukkan konektivitas di wilayah tersebut.

Pembangunan candi-candi megah di Angkor baru dimulai 200 tahun setelah Imperium Khmer berdiri. Suryawarman II (memerintah pada 1113 - 1150) adalah raja yang menggagas dibangunnya Angkor Wat. Setelah mengonsolidasi kekuasaannya melalui diplomasi dan kekuatan militer, ia membangun Angkor Wat sebagai mausoleum untuk dirinya sendiri. Pembangunan candi paling megah di kompleks Angkor tersebut hanya memakan waktu 30 tahun.

Setelah pembangunan Angkor Wat, Imperium Khmer mengalami banyak periode pasang surut. Namun Angkor kembali berkilau pada masa Jayawarman VII (memerintah pada 1181 - 1200). Raja Khmer yang terbesar itu kemudian membangun Angkor Thom serta candi-candi terkenal lainnya sepeti Bayon, Ta Phrom dan Preah Khan.

Imperium Khmer berakhir pada 1431, masa ketika Angkor diinvasi Ayutthaya. Banyak ahli percaya, setelah kejatuhan Angkor, kota kuno itu benar-benar ditinggalkan penduduknya. Angkor baru ditemukan lagi pada akhir abad ke-19 oleh penjelajah dari Eropa. Namun tentunya para penjelajah asing itu bisa menemukan Angkor karena mendapt informasi dari penduduk lokal.
(Dikutip dari Buku Backpacking: Vietnam dan Cambodia, Hairun Fahrudin, PT Elex Media Komputindo, 2012)

Harga tiket masuk ke situs arkeologi Angkor ini terbagi menjadi tiga kategori yaitu :
  1. $20 untuk 1 hari kunjungan (one day pass)
  2. $40 untuk 3 hari kunjungan (three days pass)
  3. $60 untuk 1 minggu kunjungan (one week pass)
Tiket masuk ini dilengkapi dengan foto si pengunjung. Jadi pada saat membeli tiket, semua pengunjung harus ikut mengantri satu persatu untuk difoto. Kalau mau bagus, harus sadar kamera. Pokoke begitu tiba giliran maju ke loket, langsung pasang muka senyum narsis. Terlambat sedikit, penjaga loket akan langsung pencet tombol foto tanpa ada aba-aba sama sekali. Hmmm disini baru terasa kegunaan insting 'sadar kamera' :D.
Ini dia bentuk tiket 1 hari kunjungan (one day pass)
Mengunjungi Angkor memang tidak akan cukup waktunya jika hanya dilakukan dalam 1 hari mengingat begitu luasnya kompleks candi tersebut. 2 hari pun masih belum cukup jika berminat untuk mengetahui detil cerita dari tiap-tiap candi. Tapi buat kami, cukuplah 1 hari kunjungan saja. Kami pilih candi-candi yang memang terkenal saja, karena waktu kami memang terbatas. Candi yang kami kunjungi adalah Angkor Wat, Ta Phrom, Bayon, Terrace of the Elephants, Baphuon dan Ta Keo.

Angkor Wat - Rumah Dewa
Menurut mitologi Hindu, Gunung Meru dipercaya sebagai pusat semesta dan menjadi tempat tinggal para dewa. Arsitektur Angkor Wat seolah membawa rumah para dewa itu ke muka bumi. Menara tertingginya diibaratkan Gunung Meru, dan Kanal yang mengitarinya diibaratkan lautan seperti digambarkan dalam mitologi Hindu. Keindahan Angkor Wat ini sudah sangat mahsyur. Karena keindahannya itu, tidaklah salah jika disebut rumah dewa.

Photo from www.canbuypublications.com
Candi ini memang dipersembahkan untuk Dewa Wisnu, salah satu dewa tertinggi dalam kepercayaan Hindu, serta sekaligus sebagai mausoleum pendirinya yaitu Suryawarman II. Hindu adalah agama resmi Imperium Khmer sebelum mereka berpindah menjadi pemeluk Budha. 

Memasuki Angkor Wat kami harus berjalan di atas lintasan yang menyeberangi kanal dan setelah gerbang, jalan terus akan ditemukan kolam yang katanya dapat merefleksikan cahaya matahar terbit. Di kolam inilah tempat dimana ratusan pengunjung melihat matahari terbit di Angkor Wat setiap harinya. Begitu pula dengan kami yang rela bangun jam 4 pagi demi mendapatkan view sunrise di Angkor Wat.

Sekitar pukul 05.15 kami mulai memasuki gerbang Angkor Wat dengan bermodalkan sebuah senter. Cukuplah 1 senter ini membantu penerangan kami selama berjalan masuk, karena banyak rombongan yang menggunakan senter dengan ukuran yang lebih besar sehingga, kami bisa nebeng ikut di belakang mereka hehehe...
Seperti pengunjung lainnya, kami pun mulai mencari tempat pewe (posisi uwenakk) untuk membidik matahari terbit. Tapi sepertinya prediksi Mr. Seila benar. Ia sempat mengatakan pada kami bahwa kemungkinan hari ini matahari terbit tidak akan terlihat jelas, karena beberapa hari belakangan Siem Reap diselimuti kabut setiap paginya. Walaupun ia berharap kami beruntung hari ini, tapi ternyata matahari memang malu-malu menyapa kami :(. Sedikit mengecewakan memang, karena kemungkinan kami untuk kembali ke sini cukup kecil. Tak apalah...menanti matahari di Angkor Wat bersama 6 orang wanita petualang sudah menjadi pengalaman yang menyenangkan ^-^.

Menunggu Matahari Terbit yang Tak Kunjung Muncul

Cahaya Matahari Berpendar dan Tertutup Kabut


Ketika Kabut Menipis dan Angkor Wat Mulai Terlihat

Cerahnya Langit Angkor setelah Kabut Menghilang
Jalur dibalik Gapura Angkor Wat



Relief Apsara




Setelah melihat matahari terbit, perjalanan dilanjutkan ke resto untuk sarapan pagi. Di sekitar Angkor Wat terdapat banyak restaurant dan sudah beroperasi dari pagi karena targetnya memang menyediakan sarapan pengunjung yang ingin menyaksikan matahari terbit. Tadinya kami meminta Mr. Seila mengantar kami ke muslim resto. Tetapi ternyata resto muslim terdekat terdapat di Siem Reap, jadilah kami diantar ke vegetarian resto yang berada dideretan resto sekitar Angkor Wat. Walaupun vegetarian resto, tapi kami masih melihat ketidakhalalan dalam list menu mereka. Akhirnya kami hanya memesan sebuah roti, telur dadar, kopi dan teh saja daripada habis waktu untuk pindah resto. Roti dan telur dadar kami makan beramai-ramai. Aku hanya sedikit mencicipi telur dadarnya. Entah mengapa langsung hilang feeling begitu melihat nama binatang gendut berlubang hidung besar dalam list menu. Meski pelayan bilang dimasak dengan menggunakan pan yang terpisah, tetap saja...lidah dan perutku tidak bisa menerimanya. Aku memilih makan roti tawar yang kami beli di minimarket semalam.

Kami melanjutkan penyusuran situs warisan dunia ini, dengan rute yang berlawanan dengan alur yang biasa dilakukan pengunjung. Biasanya setelah sarapan, pengunjung akan kembali ke Angkor Wat dan melihat bagian dalamnya dengan lebih detil. Sedangkan kami akan memulai penyusuran dari Ta Phrom yang terletak beberapa kilometer dari Angkor Wat. Setelah berpisah dengan Mr. Seila, yup ia menyerahkan kami kepada supir Elf dan memastikan bahwa si supir sudah dikoordinir mengikuti itinerary yang telah kami setujui bersama dengannya. Mr. Seila bukanlah supir Tuk-tuk biasa, ia sudah berhasil mengembangkan karirnya menjadi travel organizer dan kami cukup senang karena ia menyempatkan diri bertemu serta mengantar kami walau hanya sejauh ini. Kami setuju dengan para traveler yang banyak merekomendasikannya, karena pelayanannya memang pantas diacungi jempol.
Masuk ke dalam Angkor Wat menjadi jadwal terakhir kami. Saat kami mengunjungi Angkor, beberapa candi sedang mengalami pemugaran yang disponsori oleh UNESCO dan dibantu oleh negara-negara lain. Adanya pemugaran tersebut mengakibatkan penutupan pada beberapa titik yang sedang dalam proses pengerjaan. Salah satu yang sedang dipugar secara besar-besaran adalah Ta Phrom. Candi yang dibeberapa bagian menempel pada akar pohon besar ini memang harus segera dipugar sebelum hancur.

Ta Phrom
Candi ini dibangun oleh Jayawarman VII untuk menghormati ibunya. Relief candi didominasi dengan figur Pradnyaparamita, yaitu dewi yang melambangkan kebijaksanaan. Ta Phrom adalah candi ketiga terpopuler setelah Angkor Wat dan Bayon. Angelina Jolie telah membuat candi ini begitu populer sebagai setting dalam film Tomb Raider. Saking terkenalnya, kalau datang lebih siang candi ini akan dipenuhi oleh pengunjung. Bahkan untuk mengambil foto pun harus mengantri. Oleh karena itu kami memilih candi ini di list pertama penyusuran kami setelah sunrise Angkor Wat.






Ta Keo
Candi Ta Keo sedikit berbeda dengan candi lain yang memiliki ornamen pada dindingnya. Pada candi ini hampir semua dindingnya polos. Katanya sih karena kesalahan dalam memilih batu. Batu yang digunakan untuk membangun candi ini tidak dapat dipahat. Di sini kita bisa melihat pemandangan sekitar Angkor karena candi ini mempunyai puncak yang sangat tinggi. Kebetulan langit di hari ini sangatlah cerah. Tertariklah kami untuk mendaki candi tersebut. Begitu pula dengan aku yang begitu semangat mulai menapaki tiap anak tangga. Tapi baru beberapa anak tangga dan ups!!...kaki terasa ngilu, keringat deras mengucur dan rasa takut mulai menghampiri begitu melihat tangga yang curam dan kecil itu.
Tangga yang tinggi dan curam
Ta Keo terlihat dari luar
Aku memang memiliki ketakutan pada ketinggian atau disebut dengan istilah acrophobia. Tetapi biasanya sifat sok beraniku bisa mengalahkan rasa takut itu. Makanya selama ini, naik gunung ataupun gedung tinggi masih bisa kulakukan. Kali ini, sumpah deh...nyerahhhh *melambaikan tangan ke kamera. "Oemjih....mamah...kalau bisa sediain perosotan aja biar aku gak perlu turun lewat tangga!" jerit suara hatiku saat itu. Tapi tidak akan ada perosotan ataupun helikopter untuk menurunkan aku saat itu. Aku tetap harus kembali ke anak tangga T_T.... Aku pun melipir duduk di bagian yang kira-kira aman sambil mengumpulkan keberanian untuk turun kembali. Tidak...aku tidak akan memilih naik karena aku merasa kondisi semakin tidak aman. Dan ternyata aku tidak sendirian, Pagit yang posisinya lebih di atas sedikit dari posisiku, juga memilih melipir dan selanjutnya turun hehehe... asikkk malunya ditemenin. Asty, Dita dan mba Umah yang memang dari awal memutuskan tidak naik, mencoba menyemangati proses turun kami dengan cara merayapi tiap anak tangga.
Hanya Ina dan Isti yang berhasil meninggalkan kami mencapai puncak. Katanya sih mereka sempat berpose seperti berada di atas awan. Arghhh...ngiri....

Bayon
Bayon candi kedua terpopuler setelah Angkor Wat. Candi ini terkenal dengan 37 tugu batu raksasa berbentuk berbagai ekspresi wajah yang menghadap ke empat penjuru arah mata angin. Kebanyakan ahli menyimpulkan wajah tersebut adalah wajah Jayawarman VII pendiri kompleks candi Angkor.
Tiga wajah dalam satu garis

Bayon
Berbeda dengan Angkor Wat yang memiliki relief mengenai mitologi Hindu, di candi ini reliefnya lebih menceritakan kehidupan masyarakat Angkor seperti suasana pasar, barisan tentara dan lain-lain.

Baphuon
Candi Baphuon adalah candi Hindu yang dibangun oleh Udayadityawarman II sekitar 1060 Masehi. Candi ini terletak tidak jauh, yaitu di sebelah timur laut Bayon dan disebut-sebut pernah menjadi monumen tertinggi di Angkor. Sebelum runtuh, ketinggiannya diperkirakan mencapai 50 meter. Sampai kini candi Baphuon masih dalam proses direstorasi. Oleh karena itu kami memutuskan untuk melihat dari luar saja. Males juga naik tangganya hehehe....
Baphuon
Terrace of the Elephants
Seperti namanya teras ini dihiasi ornamen gajah. Teras setinggi 2,5 meter itu terbentang sepanjang 350 meter di depan Baphuon dan Phimeanakas. Fungsi teras raksasa ini diperkirakan sebagai tribun untuk menyaksikan upacara kerajaan.




Terrace of the Elephants
Waktu telah menunjukkan pukul 12.30 WIB saatnya makan siang. Kami pun menghentikan sejenak penyusuran negeri Angkor tersebut. Supir minivan membawa kami ke sebuah Muslim resto di daerah perkampungan Muslim di Siem Reap. Penjualnya berdarah melayu berbahasa Khmer. Sebagian penduduk di kampung ini adalah keturunan Melayu, jadi kami bisa berkomunikasi sedikit dengan mereka. Makanan yang tersedia di menu pun lebih banyak khas Melayu. Di sini terdapat pula Mesjid yang sulit sekali kami temukan di sepanjang jalan dari Ho Chi Minh sampai dengan Siem Reap. Mesjid terlihat sedikit kurang terawat kebersihannya. Tetapi lumayan besar untuk menampung warga sekampung yang ingin sholat di Mesjid.

Cambodian Moslem Resto
Selesai makan siang kami kembali diantar ke kompleks Angkor dan tujuan kami adalah meng-explore Angkor Wat. Cuaca hari ini sangatlah panas dan lembab. Mengelilingi Angkor Wat cukup menguras tenaga kami. Lelah, haus dan migrain pun mulai menyerang walaupun aku sudah menggunakan topi dan payung sebagai pelindung diri dari ganasnya panas matahari. Akhirnya, Angkor Wat adalah candi terakhir yang kami explore. Kami memutuskan untuk kembali ke Siem Reap, berbelanja kebutuhan makan malam untuk bekal perjalanan kami kembali ke Phnom Penh.

** Sedikit tips untuk mengetahui cerita detil dari tiap candi di Angkor tetapi dana yang dimiliki terbatas, mungkin tips ini cukup berguna. Merapatlah ke dalam rombongan yang menggunakan tour guide, terutama pada saat si tour guide sedang memberikan penjelasan. Biar tidak mencurigakan, pura-pura saja sedang mengamati dan mengambil foto tapi telinga tetap konsentrasi mendengarkan. Oiya, pilih tour guide dalam rombongan yang menggunakan bahasa Inggris ya...kecuali kamu lebih mengerti bahasa lain ^-^. 

Yessss!! kami ke Phnom Penh sore ini. Dari saran Edvin (pemilik hotel), kami memilih menggunakan minivan untuk perjalanan ke sana. Selain waktu keberangkatannya lebih sore dari jadwal bus (biasanya bus ke Phnom Penh berangkat pada jam 15.00 WIB dari Siem Reap) yaitu jam 5 sore, waktu tempuhnya pun lebih cepat 1 jam dari bus. Harga memang lebih mahal sedikit tapi tak apalah jika bisa membuat kami lebih leluasa dalam waktu untuk menjelajah Angkor.

Perjalanan dari Siem Reap ke Phnom Penh ataupun sebaliknya, baik menggunakan minivan ataupun bus, akan berhenti di resto untk istirahat makan. Tetapi tidak satu pun resto yang didatangi adalah resto halal. Jadi persiapkan diri dengan membawa bekal sendiri. Malam ini pun kami makan mie instant lagi. Murah meriah, cukup membayar air panas yang kami minta dari resto.

Perjalanan dari Siem Reap dengan menggunakan minivan, memakan waktu selama 5 jam. Saking lelahnya, begitu duduk mataku langsung terpenjam walaupun teman-teman yang lain merasa terganggu oleh penumpang yang berisik sepanjang perjalanan. Ditambah kegilaan supir yang menyetir dengan sangat ugal-ugalan. Daripada aku stress karena duduk persis di belakang supir, lebih baik aku tidur dan melupakan bahwa kami dalam kondisi yang cukup berbahaya, rawan terhadap kecelakaan. Pasrah sama Allah ajah...hihi... Pantas ya, beda waktu tempuhnya sampai 1 jam dibanding bus. Ternyata ada nilai lebih lainnya, yaitu pake stress :))

Kami tiba di Phnom Penh tepat jam 22.00 WIB. Menurut info Edvin, letak hostel kami tidak jauh dari perhentian akhir minivan. Tapi beginilah kelemahan wanita, suka salah dalam membaca peta. Entah mengapa tapi mitos itu benar adanya :p. Akhirnya kami menyerah dan memasrahkan diri pada supir Tuk-tuk. Ternyata cuma 1 belokan dari perhentian akhir tadi hihiy...dasar rejekinya supir Tuk-tuk. Dan tibalah kami di Velkommen Guesthouse Phnom Penh. Yup...kami memang memesan hostel yang kebetulan memiliki cabang di Siem Reap. Pemiliknya sama yaitu Edvin. Hanya saja yang di Phnom Penh di kelola oleh entah saudara atau adik ya? soale gak mirip pisan :D bernama Gavin.

Velkommen Guesthouse berseberangan dengan Velkommen Backpacker Hostel. Pemiliknya satu, hanya harga dan fasilitas yang membedakan. Di guesthouse kamar yang disediakan bersifat private room sedangkan backpacker hostel menyediakan dorm. Kami memesan 1 kamar untuk 6 orang dan 1 kamar untuk 2 orang. Tetapi karena tidak tersedia kamar lain, kami tidak bisa merubah pesanan tipe kamar setelah anggota kami berkurang 1. Tidak mungkin juga membiarkan 1 orang tidur di kamar sendiri. Akhirnya diputuskan aku sekamar berdua dengan Ina, yang kebetulan kamarnya terletak di lantai 4 (huffttt...gak ada lift lho) dan Pagit bergabung dengan Asty, Dita, Mba Umah serta Isti di kamar besar yang terletak di lantai 1. Eh iya, jadwal esok hari hanya keliling Phnom Penh seharian. Jadi malam ini kami bisa istirahat dengan tenang tanpa harus bangun di pagi buta yeayyyy..... Ahhh akhirnya bisa tidur dengan tenang.
Pengeluaran Hari 3 :
1. Tiket masuk Angkor = $20/orang = Rp. 195.000,-
2. Sarapan = $10,5/7 orang = Rp.  14.625,-
3. Sewa minivan utk keliling Angkor & Siem Reap = $30/7 orang = Rp. 41.786,-
4. Makan siang di Cambodian Moslem Resto = $29,5/7 orang = Rp. 41.089,-
5. Makan malam (mie instant, buah2an dan air mineral 1 liter/org) = $12,03/7orang = Rp. 16.756,-
6. Tiket Minivan Siem Reap - Phnom Penh = $11/orang = Rp. 107.250,-
7. Tuk-tuk dari perhentian akhir minivan ke Velkommen Guesthouse = $2/7 orang = Rp. 2.786,-
8. Velkommen Guesthouse Phnom Penh 2 hari, 1 kamar 3 double beds (utk 6 orang) $36 dan 1 kamar standard double (utk 2 orang) $16 = $104/7 orang = Rp. 144.857,-

Total pengeluaran hari 3 adalah Rp. 564.149,-
*)Catatan kaki : mata uang Kamboja adalah Riel, tetapi kamboja menerima USD sebagai pembayaran. Konversinya adalah 1 USD = 2.000 Riel. Jika membayar dengan USD, akan dikembalikan dengan Riel.

Alamat :
Cambodian Muslim Resto
#086 Steng Thmey Village
Sangkat Svay Dangkum, Siem Reap

Velkommen Guesthouse Phnom Penh
Tel: 077 757 701
Email : reservations@velkommenguesthouse.com
Website : velkommenguesthouse.com










Minggu, 13 Januari 2013

Menuju Siem Reap (Hari 2)

14 November 2012,

05.45 WIB aku, Pagit dan Ina (kami sekamar) turun ke lobby. Ternyata di lobby sudah ada mba Umah dan Isti. Masih kurang lengkap karena Asty dan Dita (adiknya) belum terlihat. Aw..bagaimana caranya memanggil mereka ya? Secara jaringan Wi-Fi hanya ada di kamar, pesawat telepon di lobby terkunci, dan kamar mereka berada di lantai 5 -_-". Sudahlah kami tunggu saja, mungkin sedang proses turun tangga. Dan 5 menit kemudian mereka pun tiba di lobby, syukurlahhh...kami pun siap berangkat.

Tapi...ups!! lahh...bagaimana caranya kami keluar jika pintu hotel masih terkunci. Kondisi lobby memang masih gelap pada saat kami turun. Kami duduk disitu dengan penerangan seadanya dari pojokan tempat sembahyang mereka. Jangankan sarapan gratis yang sangat kami harapkan, pelayan hotel pun tak satupun terlihat. Ahh...kami terlalu pagi untuk check out. Kami pun menunggu dengan sedikit cemas. Bagaimana kalau sampai jam 6 lewat, tidak ada yang bangun, siapa yang akan membukakan pintu hotel?

Hari ini kami akan melanjutkan perjalanan menuju Siem Reap, Kamboja. Yup...target kami adalah Angkor Wat beserta teman-temannya di kota tua Angkor dekat Siem Reap yang merupakan salah satu situs warisan dunia. Kami melakukan perjalanan lintas negara ini dengan menggunakan bus. Dari beberapa PO kami memilih The Sinh Tourist atau dikenal juga dengan nama Sinh Cafe. Mengapa The Sinh Tourist? karena kebetulan PO ini sedang menggelar harga promo yang berakhir tepat pada hari keberangkatan kami. Harga normal tiket bus dari Saigon (Ho Chi Minh) ke Siem Reap dengan transit di Phnom Penh adalah sekitar $18 per orang. Dan kami beruntung mendapatkan harga diskon yaitu $12 per orang, ahh...senangnya...bisa saving $6 per orang. Selain itu kami bisa melakukan booking melalui email sehingga tiket dapat kami pesan dari Jakarta sebelum keberangkatan kami tanpa dikenakan biaya booking. Hanya pembayaran ditunggu segera begitu kami tiba di Ho Chi Minh (ini pun setelah nego).
Kantor The Sinh Tourist

Kami harus tiba di kantor The Sinh Tourist paling lambat 06.20 WIB karena bus berangkat pukul 06.30 WIB. Waktu tempuh dari hotel ke kantor PO sekitar 10 menit jalan kaki dengan tempo cepat. Berarti paling lambat kami harus cabut dari hotel jam 06.10 WIB. Kami pun semakin cemas sewaktu jam menunjukkan 06.05 WIB. Aihhhh...bagaimana ini???? Gak lucu banget ketinggalan bus cuma gara-gara pintu hotel.

Tiba-tiba lampu dapur menyala, dan kami sedikit bernafas lega. Alhamdulillah...akhirnya ada pelayan hotel yang bangun dan menengok ke arah kami. Kami pun menginformasikan bahwa kami ingin check out dan minta dibukakan pintu. Sarapan gratis...ahhh sudah tidak terpikir saat itu. Secara mereka baru bangun, masa iya akan tersedia teh atau kopi beserta roti dalam waktu singkat. Ternyata pintu yang kami pandangi tadi hanya dikaitkan dengan gembok yang tidak terkunci...ah demmm...tertipuuu. 

Sebenarnya kami masih mengharapkan dapat sarapan gratis pagi itu. Rugi banget rasanya kalau pagi ini kami juga gagal mendapatkan sarapan bonus dari hotel seperti kegagalan kami yang tidak mendapatkan makan malam karena kami tiba terlambat dari jadwal makan. Oh iya, hotel ini punya kelebihan lain yaitu menyediakan makan malam berupa mie instant dan spring roll. Nah belum pernah kan ada hotel yang menyediakan makan malam gratis meski cuma mie instant ^-^. Pelayan hotel agak bingung waktu kami menanyakan sarapan karena dia tidak mengerti bahasa Inggris. Tapi memang sudah rejeki kami, pada saat kami mau jalan, lewatlah tukang pisang langganan hotel dan menyuplai pisang untuk sarapan para tamu hotel. Fyi, hotel di Ho Chi Minh menyediakan pisang sebagai pelengkap sarapan selain roti. Dan kita bebas mengambilnya seberapa pun yang kita mau. Setandan juga boleh kalau tidak malu. Sssstt...kami mengambil setandan lho hehehe... Ya iyalah..kan kami gak dapat roti, jadi wajar donk diganti sama pisang setandan..hihiy...

Setelah membawa bekal pisang, kami pun segera bergegas menuju kantor The Sinh Tourist. Pukul 06.20 WIB kami tiba, dan langsung melakukan check in serta memasukkan tas ke bagasi. Tepat pukul 06.30 WIB bus kami berangkat. Perjalanan Saigon (Ho Chi Minh) - Phnom Penh membutuhkan waktu sekitar 6 jam. Berdasarkan perkiraan, kami akan tiba di Phnom Penh pada pukul 12.30 WIB. Begitulah informasi awak bus yang mendampingi supir bus seperti layaknya tour guide dalam bus pariwisata. Ia juga yang akan mengurusi keimigrasian kami pada saat melewati perbatasan negara. Oleh karena itu setelah memberikan informasi tersebut, ia pun mengumpulkan paspor-paspor kami. Ia juga memastikan bahwa kami mengetahui mengenai aturan bebas visa untuk WNI yang masuk ke Kamboja.

6 jam perjalanan adalah waktu yang sangat lama. Itu berarti kami punya banyak waktu untuk mere-charge tenaga karena kurang tidur semalam. Ditambah kecepatan bus yang tidak lebih dari 60 Km/Jam, kami memastikan tidur adalah cara terbaik supaya waktu terasa cepat berlalu *alasan klise (hehehe padahal sih memang ngantuk beratttt :D).

Tidur terasa nyenyak walaupun perut hanya diisi pisang. Kalaupun terbangun karena perut yang terbiasa diisi nasi ini terasa lapar kembali, cukup dengan melahap pisang hasil jarahan di hotel, aku pun bisa kembali nyenyak tertidur. Dan tiba-tiba, aku dikagetkan dengan suara awak bus yang membangunkan kami dan menyuruh untuk bersiap-siap turun karena kami sudah memasuki area perbatasan negara.

Moc bay adalah perbatasan negara Vietnam sebelum memasuki Kamboja. Kami tiba di sini pada pukul 09.00 WIB dan semua penumpang diwajibkan turun tanpa harus membawa barang bagasinya. Proses imigrasi di sini tidaklah terlalu rumit. Semua paspor para penumpang sudah dipegang oleh awak bus yang langsung menyerahkan ke petugas imigrasi untuk distempel. Kami hanya menunggu hingga nama kami dipanggil satu persatu untuk mengambil paspor kami dan dicek petugas imigrasi kembali di depan pintu keluar. Setelah itu kami bisa langsung kembali ke bus.

Setelah semua penumpang naik bus, perjalanan pun dilanjutkan. Tapi ternyata hanya beberapa meter saja bus kembali berhenti. Kami pun diminta turun kembali. Kami telah tiba di perbatasan Kamboja. Kami yang bebas visa, bisa langsung membawa sendiri paspor kami ke petugas imigrasi. Sedangkan penumpang lain yang memerlukan visa, harus melewati proses visa terlebih dahulu dengan didampingi awak bus. Proses imigrasi Kamboja lebih detil dari Vietnam. Di sini kami tidak hanya diamati kesesuaian foto paspor dan wajah aktualnya tapi juga melakukan scan sidik jari dan bola mata. Setelah itu kami bisa langsung kembali ke bus dan menunggu penumpang lainnya.

Yeayy stempel bertambah ya cuy! - Photo by Isti Kartika
Bavet, adalah kota perbatasan negara Kamboja dengan Vietnam. Memasuki Bavet terlihat banyak hotel dan kasino di dekat perbatasan. Keliatannya Kamboja melegalkan perjudian sehingga menyediakan fasilitas kasino untuk warga Vietnam yang ingin mengadu peruntungan di meja judi. Oleh karena itu supaya tidak jauh, kasino-kasino ini dibuat di daerah dekat perbatasan. Ada kabar bahwa di perbatasan Kamboja - Thailand pun juga terdapat kasino-kasino seperti ini.

Dari Bavet menuju Phnom Penh masih sekitar 3 jam perjalanan. Pemandangan di sepanjang jalan adalah sawah hijau yang terbentang luas. Lumayan nih buat segarkan mata setelah tidur di bus. Serasa ditetesin in*to... *lebay dikit ah. Tapi penyegaran mata hanya berlangsung selama 15 menit saja, setelah itu tetap tidur kegiatan yang lebih nyaman dari pada merasa deg-degan karena supir mulai ngebut dan sedikit ugal-ugalan (berkali-kali mengambil jalur sebelah dan berpapasan dengan mobil dari arah yang berlawanan).

Aku terbangun dan mulai tidak konsen dengan tidur nyenyakku setelah melihat sms yang masuk. "Mba Ariya, formula harga sudah dikirimkan ke email. Tolong segera dihitung dan dikirim ke customer A karena ia akan membuat PO hari ini." Kira-kira begitulah bunyi smsnya. Aku mencoba membalas dengan mengatakan bahwa aku masih dalam area tanpa Wi-Fi dan akan segera memprosesnya setelah tiba di Phnom Penh. Tapi sms gagal terkirim...demmm...pulsa 4.500 tidak cukup untuk mengirim 1 sms ke Indonesia. Halah..halah...ini minta kirimin pulsa dari Jakarta pun bagaimana cara mintanya jika tidak ada koneksi internet. Beginilah kalau cuti pada saat pergantian harga, dan aku harus mengirimkan update harga terbaru ke konsumen yang seharusnya bisa aku delegasikan ke temanku. Hanya saja karena aku malas mengajarkan cara perhitungannya, selain itu juga aku takut ada kesalahan hitung yang bisa merugikan perusahaan, jadi aku menyanggupi untuk mengerjakannya di sela-sela perjalananku. 

Salah satu kesalahanku juga tidak menyediakan pulsa lebih untuk nomor Indosatku karena nomor ini hanya menjadi second option jika nomor Telkomsel tidak dapat digunakan. Dan ternyata kejadian kan....Telkomsel internasional roamingnya tidak aktif karena seharusnya aku melaporkan pengaktifan sebelum berangkat. Ini akibat aku menggunakan nomor pasca bayar jadi harus diaktifkan kembali setiap akan ke luar negeri -_-".

Kami tiba di Phnom Penh jam 13.00 WIB. Semua penumpang harus mengakhiri perjalanannya di kantor The Sinh Tourist Phnom Penh walaupun tujuan akhirnya adalah Siem Reap. Di sini kami akan berganti bus. Dan bus menuju Siem Reap baru akan diberangkatkan pada pukul 13.45 WIB. Sehingga kami punya waktu 45 menit untuk makan siang. Buatku, makan siang sudah tidak penting apalagi setelah mendapat sms kedua yang menagih hasil kerjaku. Yang terpenting saat ini adalah Wi-Fi, yup aku butuh Wi-Fi. Alhamdulillah, Allah benar-benar meridhoi perjalananku, di kantor The Sinh Tourist ini tersedia Wi-Fi gratis. Kamboja negara yang cukup terbuka dengan internet. Hampir di setiap tempat dapat ditemukan Wi-Fi gratis. Dalam waktu kurang dari 15 menit, aku bisa menyelesaikan pekerjaanku dan segera mengirimkannya ke konsumen. Ahhh....lega...kelar sudah tugasku. Now, it's time to enjoying my trip ^-^.

Siang itu kami terpaksa mencari Circle K, atau pun mini market yang menjual mie instant - yang bismillah halal. Di sekitar kantor PO bus tidak ditemukan resto halal. Jadilah setengah hari ini perut Indonesia ku belum terkena nasi. Maka bisa diprediksi 1 jam ke depan pasti bakal teriak minta makan lagi :)).

Jam 13.45 WIB bus menuju Siem Reap tiba dan setelah semua barang masuk bagasi kami pun berangkat. Perjalanan Phnom Penh - Siem Reap akan ditempuh selama 6 jam AGAIN!! Kesimpulan, seharian ini kami hanya menempelkan pantat di bangku bus dan muka di kaca jendela bus alias tidooorrr...

Bus Phnom Penh - Siem Reap

Cemilan ala Kamboja, burung pitik (kecil)
Entah dimana, bus berhenti di sebuah resto untuk beristirahat. Toilet dan makan malam, kata awak bus dan supir. Ahh..makan malam masih terang begini? Walaupun lapar juga gak bisa makan karena gak halal. Aku, Asty & Dita sebenarnya sudah malas turun saking cintanya dengan jok dan kaca jendela bus. Tapi awak bus bilang kalau bus akan dikunci. Welehhh...ini namanya dipaksa keluar yaw... Kami pun keluar dan menyusul teman lainnya yang ternyata sudah belanja buah-buahan buat cemilan. Lumayan, cemilan yang menyegarkan (mangga mengkel bukan mangkel).

Bus memasuki kota Siem Reap pada saat langit sudah gelap. Suasana kota Siem Reap dapat dikenali dengan adanya beberapa bangunan ciri khas kerajaan Kamboja. Kami pun tiba di pool bus pada jam 20.00 WIB. Pihak hotel mengatakan bahwa lokasi hotel tidak jauh dari pool bus, sekitar 10 meter jalan kaki. Dan mereka menjemput kami di pool. Seorang perempuan manis dan langsing menyapa kami dan mengatakan bahwa ia dari Velkommen setelah beberapa kali salah mengira orang lain sebagai kami. Ia pun langsung mengambil alih ranselku yang super berat dan paling besar diantara yang lain. Sungguh...sebenarnya aku gak tega melihat badannya yang lebih kecil dariku. Tapi apa daya, dia langsung ngacir dan minta kami segera mengikutinya. Di hati kecilku sempat agak suudzon juga nih, kalau-kalau dia lari kencang berarti aku yang sial kehilangan tas beserta isinya ^-^.

Memasuki hotel kami langsung disambut pemilik hotel dan pelayannya dengan ramah. Edvin, nama pemilik hotel tersebut ternyata seorang bule entah berkebangsaan apa. Dia sangat senang menerima kami karena ternyata lagi, hotel ini baru buka. Pantas kamarnya terlihat masih baru. Dan alhamdulillah kami diberi diskon untuk 1 kamar yang diisi bertiga karena batalnya keberangkatan salah satu teman. Fasilitas Wi-Fi disini oke banget, kuencengg... katanya sih 3,5 MB Wi-Fi nya.

Velkommen Guesthouse Siem Reap
Malam ini kami berniat tidak mau susah mencari resto halal. Jadi sudah diputuskan, kami hanya ingin mencari KFC yang katanya tidak jauh dari hotel. Hihiy...Edvin sempat menertawakan karena jauh-jauh ke Siem Reap kami hanya mencari KFC. Tak apalah...yang penting nasi dan halal *slurppp lapar tingkat tinggi. 

Sebelum berpisah Edvin sempat memastikan bahwa kami benar-benar akan dijemput oleh supir yang telah kami pesan untuk keliling Angkor esok hari dan mengetahui lokasi hotel. Kami pun menyakinkannya bahwa supir tersebut juga memantau kedatangan kami di Siem Reap. Pagit sudah sms-an dengan Mr. Seila, supir tuk tuk yang banyak direkomendasikan para traveler, dan memastikan bahwa ia akan menjemput kami jam 5.00 WIB pagi. Yeahhh...esok kami masih harus bangun pagi lagi... *semangatttt.

Pengeluaran hari 2 :
1. Sinh Tour Bus Ho Chi Minh - Siem Reap = $12/orang = Rp. 117.000,-
2. Makan siang Mie instant + air panas = $5 (7 orang) = Rp. 6.964,-
3. Tuk tuk dari Velkommen ke KFC pp = $8 (7 orang) = Rp. 11.142,-
4. Makan malam KFC = $14,5 (7 orang) = Rp. 20.196,-
5. Air mineral 1 liter/org = $1,75 (7 orang) = Rp. 2.437,-
6. Roti buat sarapan = $1,35 (7 orang) = Rp. 1.880,-
7. Velkommen Guesthouse Siem Reap 2 kamar dgn 2 double bed = $38 (7 orang) =              Rp. 52.928,-

Total pengeluaran hari 2 adalah Rp. 212.547,-

Alamat :
The Sinh Tourist
246-248, De Tham Street
Telp. +84 8 369 420, 38367 388, 3838 9597
Fax. +84 8 38369 322
Email : info@thesinhtourist.vn
Website : thesinhtourist.vn

Velkommen Guesthouse Siem Reap
Telp. 012 477 270, 012 477 271
Email : siemreap@velkommenguesthouse.com
Website : velkommenguesthouse.com


Bersambung >>

Sabtu, 05 Januari 2013

Selamat Datang di Ho Chi Minh City (Hari 1)

07 November 2012,
"Hah! Cuti seminggu? Kamu mau kemana, Ariya? Pekanbaru? Ada acara apa? Lamaran?" Itulah sederetan pertanyaan yang diajukan atasanku pada saat aku mengajukan cuti untuk melakukan trip Vietnam dan Kamboja. Tadinya, aku berniat tidak memberitahukan kemana destinasi yang mau kutuju. Tapi karena berondongan pertanyaan tidak henti dilemparkan, akhirnya dengan suara pelan kujawab "Saya mau ke Vietnam, pak. Lanjut ke Kamboja, makanya butuh cuti 7 hari." - "Vietnam???? Ngapain kamu ke sana? Bukannya negara itu lebih terbelakang? Kamboja apalagi... Kenapa ke Vietnam??" - Aku pun hanya tersenyum menanggapi komentar itu. "Ada sisi-sisi lain yang layak untuk dilihat dan dikunjungi, pak. Nanti akan saya tunjukkan setelah saya pulang dari sana." Itulah janjiku padanya. 

Aku memang tidak pernah memilah tempat seperti apa yang layak aku datangi. Buatku setiap tempat pasti memiliki keeksotisan atau pun ciri khasnya masing-masing. Indah atau tidaknya suatu tempat adalah hal yang bersifat subjektif, sama seperti melihat kecantikan seseorang. Hal terpenting bagiku adalah aku pernah berada di tempat itu, melihat dan merasakan secara langsung kehidupan di sana. Tidak hanya mendengar atau sekedar membaca di buku. Seperti kata penulis Windy Ariestanty "Traveling is a journey not a destination" dan aku sangat setuju dengan itu.

Akhirnya aku mendapat persetujuan cuti selama 7 hari tersebut setelah di paraf 3 orang selevel Assistant Manager dan ditandatangani Managerku. Masya Allah...gimana kalau cuti 2 minggu ya? Harus ada approval dari VP sepertinya :)) *lebay.

13 November 2012,
Yeayyy....it's the day!! Inilah hari yang ditunggu setelah pembelian tiket terjadi. Walaupun ada satu kesedihan yang menggelayuti karena kebatalan Lala, tapi tetap hari ini adalah hari yang ditunggu. Dalam perjalanan menuju bandara, traveling syndrome stadium 4 pun sudah menjangkitiku. Tak tertahankan...begitu terasa semangatnya

Jam 14.00 WIB, kami janjian bertemu di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng. Aku sendiri tidak bisa menentukan di titik mana kami bertemu, karena ini pertama kalinya aku menginjakkan kaki di Terminal 3. Melalui komunikasi bbm, aku pun bertemu dengan Asty dan Dita (adik Asty) di ruang tunggu kedatangan. Selanjutnya di tempat yang sama, bertemu dengan Ina. Sedangkan team dari Jogja dan Pagit belum terlihat. 
Kami bertemu Pagit di ruang dalam terminal pada saat kami menuju mushola. Dan bertemu team Jogja setelah kami selesai sholat.

Waktu sudah menunjukkan pukul 14.30 WIB, masih cukup lama dari jam keberangkatan kami yaitu pukul 16.35 WIB, tapi ada tas yang akan kami setorkan ke bagasi sehingga kami harus segera melakukan konfirmasi check-in. Setelah itu kami lanjutkan dengan makan siang sebelum kami memasuki ruang tunggu keberangkatan.


Kami yang melakukan trip ini ^_^
Tepat pukul 16.40 WIB kami take off meninggalkan Jakarta menuju Saigon atau Ho Chi Minh City. Perjalanan memakan waktu 3 jam penerbangan. Dan jam 20.00 WIB kami tiba di bandara Tan So Nhat, Ho Chi Minh. Tidak ada perbedaan waktu antara Jakarta dan Ho Chi Minh, begitu kata pramugara pada saat kami akan landing

Seperti kata orang-orang yang sudah berkunjung duluan, Tan So Nhat bukanlah bandara kecil dan sederhana. Melainkan sebuah bangunan yang cukup megah dan besar. Aku pun mengakui hal itu. 
Photo by Isti Kartika
Setelah proses imigrasi yang cukup memakan waktu, - karena di pos ini kami mengalami 2x (pada saat datang dan pulang) hambatan akibat sistem jaringan yang terputus sehingga kami harus menunggu hingga sistem terhubung kembali, kami pun segera ke booth penukaran uang (money changer) dengan rate konversi terbesar. Sesuai saran teman-teman dan traveler lain, kami hanya membawa US Dollar yang katanya memiliki nilai tukar cukup tinggi disini. 1 USD = 20.810 VND, itulah konversi terbesar yang kami dapatkan malam itu. Setelah itu kami mencari booth taksi dengan harga yang murah meriah. Sayangnya taksi Mailinh yang katanya merupakan salah satu taksi terbaik dan tidak akan menipu penumpangnya dengan tambahan biaya, booth-nya sudah tutup. Kami pun terpaksa mencari taksi lain dan mendapatkan harga termurah untuk 9 orang dengan menggunakan 2 mobil jenis Innova menuju daerah District 1 yaitu US$20. 
 
9 orang??? Bukankah kami ber-7? Hehe...ada 2 orang laki-laki (lupa namanya :p) yang mengamati kami pada saat kami bolak-balik mencari kurs terbaik. Tiba-tiba aku melihat mereka mendekati Dita yang sedang berdiri sibuk dengan handphonenya dan mengajaknya berbicara. Jiwa melindungi yang membawaku menghampiri mereka dan menanyakan ada apa. Aku tahu mereka orang Indonesia, aku juga tahu mereka terlihat seperti mencari teman di negeri antah berantah seperti ini. Tapi waspada tetap harus ditegakkan, jangan sampai kami tertipu bangsa sendiri di tanah orang :D. Seperti dugaanku mereka menanyakan dimana kami akan menginap dan menawarkan sharing taksi. Jadilah rombongan kami bertambah menjadi 9 orang. Awalnya kami mengira mobil Innova bisa menampung 7 orang dalam 1 mobil, jadi kami hanya butuh mengeluarkan US$10 untuk ber-7. Sehingga kami (lebih tepatnya aku, karena aku yang mengajak kedua laki-laki itu) sempat meminta mereka untuk membatalkan perjanjian sharing. Tapi ternyata pihak taksi bilang bahwa 7 orang dalam 1 mobil termasuk supir *sigh. Lah...yang 1 orang mau dikemanain?? masa iya supirnya yang kita tendang :)) Akhirnya aku pun menarik lagi kedua laki-laki tersebut untuk ikut bersama kami hehehe... Terasa aneh sih, tapi demi hemat biaya dan mumpung di negeri orang, cuek ajalah....toh belum tentu ketemu lagi.

Rombongan kami pun terpisah menjadi 2. Di taksi pertama ada aku, Asty, Dita dan kedua teman baru kami, yang langsung menuju Hotel Madam Cuc di Cong Quynh Street, District 1. Sedangkan di taksi kedua ada Pagit, Ina, Isti dan Mba Umah yang akan mampir ke kantor The Sinh Tourist untuk membayar tiket bus menuju Siem Reap yang telah kami booking via email.

Memasuki kota Ho chi Minh komentar pertama yang keluar dari mulutku adalah wow!! kota yang cukup ruwet. Setiap bangunan terlihat rapat dan terang benderang penuh lampu warna-warni. Kondisi jalan yang ramai dengan motor, hampir mirip dengan Jakarta daerah Roxy dan Kota. Tapi yang paling bikin wow adalah kabel-kabel listrik terlihat seperti kumpulan kabel yang gak jelas gulungannya. Ditambah lagi supir taksi kami yang super duper bikin jantungan. Menyikut kanan-kiri dan membunyikan klakson berkali-kali di jalan yang cukup padat, lumayan memacu adrenalin selama 30 menit perjalanan kami.

Kabel yang bakal bikin pusing PLN
Dan akhirnya kami pun tiba di Hotel tujuan kami. Disini kami sempat bingung, karena cara si supir taksi menunjukkan bahwa kami telah sampai dengan cara yang lucu. Supir kami memang tidak bisa berbahasa Inggris, dan tidak satupun dari kami yang bisa berbahasa Vietnam juga hehe... Jadilah bahasa tubuh yang ia gunakan. Ia sempat menghentikan mobil secara mendadak, kemudian meminta alamat hotel tujuan kami. Setelah itu memundurkan mobilnya dan menunjuk ke atas bagian luar mobil. Terang saja kami bingung dan menengok ke arah yang ia tunjuk. Sumpah...tidak menemukan clue sama sekali dengan maksud beliau :D. Begitu dia bicara, "Madam Cuc, hah?" - "Yeah, where?" jawabku. Sekali lagi dia menunjukkan tangannya ke atas. Arggghhh...mana??? aku gak ngerti? Masa hotel kami di atas?? Ya ampun...apa kami tertipu dengan tampilan di web seperti kata orang-orang? Aku mulai berpikiran negatif. Akhirnya si supir pun turun dan membukakan kami pintu. Menunjukkan dengan lebih jelas. Ahhh....ternyata plang Madam Cuc yang ada di atas, hotelnya mah tepat di depan kami hehe....

Memasuki hotel, kami langsung di sambut oleh nona cantik dan ramah. Ia langsung tahu bahwa kamilah tamu yang ditunggu. Ia meminta kami duduk dan menawarkan welcome drink teh atau kopi sambil menunggu rombongan kami yang lain. Ah, pantaslah hotel ini direkomendasikan oleh Lonely Planet. Pelayanannya memuaskan dan sangat ramah. Oiya, semua kru hotelnya adalah wanita lho. Mungkin itu mengapa nama hotelnya menggunakan kata "Madam". Sedang dua orang teman baru kami, setelah berhasil mendapatkan kamar di hotel yang sama tetapi beda gedung kami pun berpisah dengan mereka. Kebetulan rencana rute kami berbeda dengan mereka. Mereka memilih mengunjungi Na Thrang dan Dalat. 

Hotel Madam Cuc 127
Setelah masuk kamar dan menaruh ransel, kami segera keluar lagi untuk mencari makan malam. Berdasarkan info ada makanan India halal di Bui Vien Street dan kami pun menuju ke sana. Lumayan lama menunggu makanan kami disediakan, karena ternyata ibu yang menerima dan mencatat pesanan kami adalah sekaligus kokinya. Hihiy...rasanya ingin bantuin aja biar cepat.
Menu makan malam

Ini dia Resto India Halal di Bui Vien Street
Ketika kami kembali ke hotel, jam sudah menunjukkan pukul 24.00 WIB dan seperti dugaanku pada saat booking hotel, kami terkunci di luar. Pintu hotel sudah digembok. Karena kebanyakan hostel di Ho Chi Minh memang hanya buka sampai jam 23.00 WIB. Kami pun mencoba keberuntungan dengan mengetuk pintu. Jika kami beruntung, pintu terbuka dan jika buntung maka kami tidur di luar... hiks. Alhamdulillah, pintu terbuka...yeayyy!!! gak jadi tidur di luar. Ternyata kru hotel menunggu kami sambil tiduran dan nonton tv di ruang tamu hotel. Syukurlah....
Setelah bersih-bersih, kami pun segera tidur mengingat esok hari jam 06.00 WIB kami sudah harus check out dan langsung berangkat menuju Siem Reap dengan bus The Sinh Tourist.

Pengeluaran hari 1 :
1. Transport rumah - Soeta = Rp. 35.000,-
2. Airport tax = Rp. 150.000,-
3. Makan siang = Rp. 25.000,-
4. Saigon Taxi  = US$20 (9 orang) = Rp. 22.000,-/orang
5. Makan malam di New Delhi Indian Resto Halal Food at #250 Bui Vien St., Disc. 1, HCMC
   = VND 274.000 (4 orang) = Rp. 34.250,-/orang
6. Tip dan parkir Saigon Taxi  = VND 20.000 (5 orang) = Rp. 2.000,-
7. Hotel Madam Cuc 127 Cong Quynh Street, District 1, HCMC (2 single room & 1 double room) = US$68 (7 orang) = Rp. 94.714,-/orang

Total pengeluaran hari 1 = Rp. 362.964,-
 
Bersambung....
Selanjutnya >> Menuju Siem Reap (Hari 2)