Hari kemerdekaan kemarin (17 Agustus
2013) kami peringati dengan melakukan perjalanan ke situs terbesar di
Asia Tenggara yaitu Situs Megalitikum Gunung Padang. Situs yang memiliki
5 tingkatan ini diperkirakan dibangun pada 10.000 SM untuk tingkat ke 5
dan 4 nya. Sedangkan tingkat ke 3, 2 & 1 dibangun sekitar 4000 SM (sumber dari bapak guide).
Gunung Padang terletak di Desa Sukamukti, Cianjur. Kami berangkat dari Jakarta tepatnya di halte seberang Trakindo, Cilandak pada pukul 06.30 WIB (molor 30 menit dari target awal) menggunakan mobil yang kami sewa. Kali ini rombonganku terdiri dari 7 wanita (termasuk aku), yaitu @Siachiii, @liliamrina, @My_isna, Rini, Imah dan Wita. Awalnya kami akan mengambil jalur puncak untuk menuju ke Cianjur. Tapi berdasarkan saran dari bapak supir yang katanya warga Bogor ini, akhirnya kami memilih lewat Cileungsi dan Jonggol. Dan ternyata saran si bapak ini mantap juga. Jam 09.00 WIB kami sudah tiba di Cianjur. Bahkan ia sendiri cukup girang dengan pencapaian yang jarang dialaminya itu, walaupun air muka penumpang yang duduk di belakang sedikit mulai membiru karena tegang (si bapak nyetirnya ngebut euyy....).
Dari pertigaan Cianjur, kami mengambil arah jalan raya Sukabumi menuju Warung Kondang. Dan selanjutnya kami tinggal mengikuti petunjuk arah Situs Megalitikum Gunung Padang sampai ketemu pertigaan yang memberikan petunjuk untuk belok kiri. Dari pertigaan tersebut Situs Gunung Padang masih berjarak 8 KM lagi. Jalanan di awal belokan ini sih mulus, tapi setelah 500 M mulai membuat tubuh shacking alias jalanannya rusak. Apalagi begitu mulai memasuki area perkebunan teh. Di beberapa ruas jalan ada yang cukup parah rusaknya. Perjalanan 8 KM itupun kami tempuh selama 1 jam, karena si bapak supir lebih berhati-hati demi menjaga stabilitas penumpang :D.
Tepat jam 11.00 WIB, kami tiba di Situs Megalitikum Gunung Padang. Alhamdulillah, pengunjung hari itu tidaklah banyak, jadi kami bisa parkir di dekat loket (biasanya area ini hanya untuk kendaraan roda dua alias motor). Setelah membeli tiket seharga Rp. 2.000,- per orang dan meminta salah satu guide untuk mengantar, kami pun mulai menaiki tangga menuju Situs.
Gerbang Situs Megalith Gunung Padang (Photo by @My_Isna) |
Loket tiket masuk dan tangga menuju situs |
Tangga menuju situs ini ada 2 yaitu tangga asli dari situs dengan kemiringan sekitar 70 derajat serta jarak setiap anak tangga yang cukup tidak ergonomis dan tangga yang baru setahun dibuat untuk kenyamanan pengunjung berada di sisi kanan tangga asli. Melihat terjalnya tangga asli, kami memilih tangga baru untuk naik dan tangga asli untuk turun nanti.
Tangga baru yang lebih landai |
Situs Gunung PadangTingkatan Pertama (teras) |
Tingkat pertama |
Tingkatan Kedua |
Tingkatan ketiga, keempat dan kelima |
Setiap batu yang tersusun berdiri, terdiri dari 5 batu |
Tingkat kelima |
Menhir yang dipercaya jika dapat mengangkatnya, maka niatnya dapat terkabul |
Tingkat Pertama dilihat dari tingkat kedua |
Di tingkat ketiga terdapat batu yang membentuk ukiran kujang dan tapak harimau. Batu dengan ukiran tapak harimau diyakini sebagai jejak yang ditinggalkan oleh Prabu Siliwangi yang konon dipercaya dapat berubah menjadi harimau.
Ukiran Kujang dan Tapak Harimau |
Setelah puas melihat-lihat, kami pun turun dengan melalui jalur tangga yang asli. Ternyata kondisinya memang curam dan cukup berbahaya untuk turun. Berdasarkan info dari seorang teman yang baru-baru ini mengunjungi tempat tersebut, pengunjung sudah tidak diperbolehkan turun melalui tangga ini. Trip 17-an pun kami lanjutkan dengan sesi makan siang.
Tidak banyak warung yang menyediakan nasi beserta lauknya di sini. Hanya 1 warteg yang kami temui, sisanya hanya menjual mie rebus atau bakso. Entah karena bukan waktunya rame pengunjung atau memang begitu keadaannya. Yang pasti sebagian besar dari kami adalah wanita Indonesia asli yang doyan nasi dan belum makan jika belum kena nasi, otomatis satu-satunya warteg tersebut yang kami serbu walaupun lauknya hanya sekitar 3 macam saja. Whatever-lah yang penting pakai nasi :D.
Perjalanan kami lanjutkan ke curugCikondang setelah melakukan voting. Mengingat waktu perjalanan kembali ke Jakarta yang cukup memakan waktu, sebagai tour leader aku takut para wanita ini kemalaman di jalan. Awalnya target kami adalah stasiun tua dan curug Cikondang. Tapi setelah tanya-tanya lokasinya ternyata berlawanan arah dan letaknya berjauhan satu sama lain. Menurut perhitungan mba penjual baso, jarak dari Gunung Padang ke curug sekitar 6 KM dengan kondisi jalan agak rusak,. Sedangkan stasiun tua, memang lokasinya lebih dekat dari Gunung Padang dan merupakan arah yang kami lewati pada saat datang. Hasil debat memutuskan lebih baik lihat curug daripada stasiun. Akhirnya aku pun menyetujui dengan catatan tidak berlama-lama di curug karena targetku jam 5 sore kita sudah harus cabut menuju Jakarta kembali supaya tidak kemalaman.
Setelah bertanya-tanya sepanjang jalan, karena memang tidak ada petunjuk arah seperti Gunung Padang, 30 menit kemudian kami tiba di curug Cikondang. Untuk mencapai curug ini tidak perlu jalan jauh dari tempat kami parkir, karena sebenarnya sudah terlihat dari pinggir jalan. Jadi bisa dipastikan cukuplah 30 menit bermain di sini. Harga tiket masuknya ternyata lebih mahal dari Gunung Padang yaitu Rp. 3.000,- per orang.
Parahnya jalan menuju curug membuat kami turun dari mobil (Photo by @My_Isna) |
Curug Cikondang |
Curug Cikondang |
Gerbang Curug Cikondang |
Tepat jam 5 sore, kami berangkat kembali ke Jakarta. Alhamdulillah curug ini jalannya juga searah dengan jalur menuju Cianjur, jadi kami tidak perlu kembali melewati Gunung Padang. Walaupun kondisi jalannya tidak jauh berbeda rusaknya, tapi setidaknya kami bisa menghemat waktu. Perjalanan pulang pun kami tempuh dengan melalui jalur yang sama yaitu Jonggol - Cileungsi. Tadinya sih sempat kepingin lewat Puncak biar beda suasananya, tapi Alhamdulillah kami urungkan niat itu karena ternyata seorang teman mengabarkan kalau puncak macet total.
Syukurlah, jam 9 malam kami sudah tiba kembali di titik awal berangkat yaitu Cilandak walaupun pakai mual dan posisi badan teroyak-oyak gak karuan. Yang penting sudah selamat dan terbebas dari bapak supir yang mungkin merupakan reinkarnasi dari Schumacher.
Mengunjungi tempat-tempat ini di hari kemerdekaan ke-68
membuat kami semakin mencintai Indonesia dengan segala kekayaannya.
Pokoke Indonesia Selamanya...
Catatan keuangan :
1. Sewa mobil xenia + supir = Rp. 500.000,-
2. Bensin pp = Rp. 216.000,-
3. Biaya tol + parkir = Rp. 50.000,-
4. Makan siang supir dan team = Rp. 88.000,-
5. Tiket masuk Gunung Padang @Rp. 2.000,- x 7 orang = Rp. 14.000,-
6. Tip tour guide = Rp. 50.000,-
7. Tiket masuk curug Cikondang @Rp. 3.000,- x 7 orang = Rp. 21.000,-
8. Overtime sewa mobil = Rp. 75.000,-
9. Tip supir = Rp. 50.000,-
10. Sarapan team = Rp. 80.000,-
Total pengeluaran = Rp. 1.144.000,- dibagi 7 orang = Rp. 163.429,-/orang
Kalau lihat foto2nya, gw udah mulai ndut yaw? ternyata mmg karena sudah ada 'utun'nya :D. gileee dibawa nanjak2 *sigh
BalasHapus@liliamrina
Oemjih...ternyata di sini si dede udah ada? Wow, dede sangat kuat menerima goncangan jalan rusak :D. Makasih sudah baca na.. :*
BalasHapusHi mbak.. boleh tau gak ke gunung padang waktu itu naik mobil apa? :)
BalasHapusHai Tata, kami waktu itu sewa mobil xenia. Awalnya sih minta Avanza tapi pas hari H dikasihnya xenia. Tapi alhamdulillah kuat juga diajak jalan di jalan rusak :)
BalasHapus